• Ya ALLAH,jika Engkau mengirimkan dia sebagai jodohku, maka ajarkanlah dia cara menghargai dan memahami perasaanku. !

    Pantun Bang Jalil dan Tamunya



    PARA caleg sekarang ini pada pinter bikin puisi ya?” ujar Bang Jalil pada tamunya siang  itu, sambil nonton TV. Kebetulan siang itu televisi memberitakan seputar ramainya perang puisi antar partai.
    “Ya,kan caleg sekarang ini dari berbagai golongan, Bang. Artis, seniman, pengarang, selain para politikus itu sendiri,” ujar sang tamu,sambil menyeruput teh hangat manis yang disediakan tuan rumah.
    “Mungkin ini taktik agar masyarakat nggak bosen. Jadi mereka bisa jadi kayak penyair yang berdeklamasi di panggung. Iya kan. Dari pada pidato ngalor ngidul nggak karuan. Janji janji doang?” sambar istri Bang Jalil, ikut  nimbrung.
    “Emang isi puisinya bukan janji?”kata tamu itu lagi.
    “Kata para pengamat, itu puisi perang antar partai dan tokoh. Jadi sekarang mereka main perang-perangan, main kata-kataan, seperti anak-anak  kita, gitu?”
    Bang Jalil diam sejenak. Dia pun menyeruput teh manis buatan sang istri. Lalu dia mencoret coret di kertas bekas bon belanjaan.
    “Kucing kurus mandi di papan, papannya punya Pak Raden. Badan saya kurus bukan kurang makan, tapi kepingin banget jadi presiden!”
    “Bapak ternyata bisa bikin pantun,ya? Dulu lagi ngerayu ibu, jangankan berpantun, ngomong aja gemetar,” kata sang istri sambil menyimak karya dadakan sang suami.
    “Gemetar kayak para koruptor ketika ditangkap KPK ya?” kata sang tamu sambil pamit pulang.
    “Gini hari udah mau pulang, ngapain?” sindir Bang Jalil.
    “Mau bikin pantun!” Saut sang tamu sambil berdendang;”Di sana gunung,di sini gunung ,di tengah-tengah kembang melati. Kesana bingung kesini bingung, mau pilih caleg, tapi takut mereka ingkar janji!”  -massoes
     source:http://poskotanews.com/2014/04/03/pantun-bang-jalil-dan-tamunya/

     

    Kata Romantis

    Andai aku bisa menjadi bagian dari dirimu, maka aku memilih untuk jadi air matamu yang selalu tersimpan dalam hatimu, yang lahir dari mata indahmu, bertahan hidup di pipimu, hingga mati di bibirmu.